SesKemenKopUKM: Petani Banyuwangi Saatnya Lakukan Hilirisasi Produk Pertanian
Banyuwangi – citra Indonesia.id,- Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM (SesKemenKopUKM) Arif Rahman Hakim menekankan pentingnya para petani buah naga di Banyuwangi, Jawa Timur, untuk terus meningkatkan produk olahan (hilirisasi) dan merapikan organisasi Kelompok Tani (Poktan) hingga terbentuk koperasi.
Hilirisasi produk pertanian perlu dilakukan sebagai sebagai salah satu upaya bagi bangsa ini untuk bisa keluar dari ancaman kondisi middle income trap atau jebakan negara berpendapatan menengah yang menghambat langkah menjadi negara maju.
“Selain itu penting untuk berkoperasi karena dengan berkoperasi akan lebih mudah bagi anggotanya mengakses peralatan dengan harga lebih murah agar bisa mengolah produk dari buah naga,” ucap Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Arif Rahman Hakim dalam keterangannya di Banyuwangi, Kamis (8/8).
Saat berdialog dengan para petani buah naga dari Poktan Tunas Sejahtera binaan Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA) di Desa Temurejo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Arif menyampaikan tingkat kesegaran dari buah naga terbilang relatif pendek. Sehingga, mengembangkan produk olahan dari buah naga menjadi aneka produk lain, merupakan pilihan yang harus dilakukan.
“Tinggal bagaimana para petani, ingin mengembangkan produk olahan apa. Kami bersama YDBA dapat melakukan pendampingan dan pelatihan,” ucap Arif.
Terlebih lagi, saat ini, buah naga sudah menjadi ikon dan produk unggulan dari Banyuwangi. Maka, Arif berharap agar ekosistem buah naga dari mulai proses tanam, produksi, kemasan, hingga pasar, semakin diperkuat. “Termasuk dari sisi permodalan, ada Kredit Usaha Rakyat (KUR) Kluster dari Bank BRI dan Mekaar dari PNM,” ucap Arif.
Untuk memperkuat ekosistem itu, Arif mendorong kolaborasi antara YDBA dengan Dinas Koperasi dan UKM Banyuwangi yang harus semakin ditingkatkan. “KemenKopUKM bisa meningkatkan kualitas kemasan produk olahannya melalui program Rumah Kemasan,” ujar SesKemenKopUKM.
Sementara Ketua Pengurus YDBA Rahmat Samulo mengatakan bahwa meski sudah meraih sukses, namun para petani buah naga tidak berhenti sampai di situ. “Jangan gampang puas, karena masih banyak hal bisa dikembangkan. Jangan pernah berhenti berinovasi,” ucap Rahmat.
Selain berinovasi untuk mengembangkan produk olahan, Rahmat juga menyebut inovasi bagi produk ekspor dan sebagainya. Bahkan, di sisi lain, juga bisa mengembangkan sektor peternakan agar bisa menghasikan pupuk bagi buah naga. “Inovasi-inovasi seperti ini jangan pernah berhenti,” kata Rahmat.
Selama ini, YDBA memberikan berbagai program pembinaan, seperti pelatihan basic mentality, sharing knowledge terkait ekspor, mengajak petani melakukan benchmark ke petani Jember yang telah melakukan ekspor, menjembatani pembiayaan melalui program KUR dan dana bergulir, serta fasilitasi pemasaran ke beberapa offtaker seperti PT Nusa Tropical Indonesia, Sayurbox, PT Oreng Osing.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Poktan Tunas Sejahtera Nanang Prasetyo menjelaskan, dalam pembudidayaan buah naga, dari satu hektare bisa diisi sebanyak 1200 tegakan pohon buah, yang dalam sekali panen dalam 3 bulan bisa menghasilkan buah segar sebanyak delapan ton. “Bila dinominalkan, 1 hektare bisa menghasilkan Rp160 juta per panen. Dalam setahun bisa 3-4 kali panen,” ucap Nanang.
Meski begitu, Nanang tak menampik bahwa tidak semua buah naga bisa tumbuh dengan tingkat kesegaran maksimal. Bisa karena faktor hama, atau buah yang cepat membusuk. “Oleh karena itu, kami terus berusaha untuk mengembangkan produk olahan agar tidak ada buah naga yang terbuang. Jadi, semua produk bisa memiliki nilai tambah,” ujar Nanang.
Saat ini, kata Nanang, para petani sudah mulai mengembangkan produk olahan sale dan keripik. “Ke depan, kami ingin terus mengembangkan lagi buah segar menjadi aneka produk olahan lain yang diminati pasar. Untuk itu, kami masih membutuhkan pendampingan dari pemerintah dan YDBA,” kata Nanang.
Bahkan, bagi Nanang, dengan banyaknya produk olahan yang akan dikembangkan, nantinya bisa berujung pada kestabilan harga buah naga segar di pasaran. “Karena, biasanya, harga buah naga mudah jatuh saat panen dan ketika pasokan melimpah. Jadi, nantinya, akan selalu diupayakan juga untuk menjadi produk olahan,” kata Nanang.
Ketua Poktan Curah Jati Hernawan mengaku memiliki harapan yang sama dengan Nanang. “Kami akan terus mengikuti berbagai pelatihan mengolah produk. Saya berharap buah naga Banyuwangi bisa seperti apel di Malang, yang bisa menjadi aneka produk olahan,” ucap Hernawan.
* Dindin Syarifudin