INDONESIA DARURAT KASUS BUNUH DIRI
Oleh: Omega DR Tahun, SH, SKM, M.Kes
Depok,Citra Indonesia.id,- Fenomena Kasus Bunuh Diri
Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia dihadapkan pada meningkatnya kasus bunuh diri yang memprihatinkan. Fenomena ini tidak hanya menggambarkan krisis kesehatan mental yang semakin parah, tetapi juga menjadi peringatan serius bahwa berbagai aspek sosial, ekonomi, dan budaya di Indonesia perlu mendapatkan perhatian lebih.
Kondisi ini menjadikan Indonesia berada dalam situasi darurat kesehatan mental yang membutuhkan aksi nyata dan kolaboratif dari berbagai pihak.
Beberapa waktu lalu (12/1/2025) publik Indonesia dihebohkan dengan tewasnya seorang anggota TNI aktif Pratu AT yang bertugas di Kodim 1627 Kabupaten Rote Ndao, Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)
penyebabnya diduga karena depresi akibat hamilnya sang pacar dan yang bersangkutan dimintai mahar sebesar 250 juta rupiah.
Kondisi ini kemudian menambah panjang jumlah kasus bunuh diri di Indonesia, menurut Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Polri, sepanjang Januari hingga Oktober 2024, tercatat 1.023 kasus bunuh diri. Angka ini meningkat dari 887 kasus pada tahun 2022 dan 1.288 kasus pada tahun 2023.
Pada tahun 2023 salah satu Propinsi dengan kasus bunuh terbanyak di Indonesia adalah Jawa Tengah, yaitu 253 kasus, dan kemudian propinsi yang juga kasus bunuh diri cukup tinggi adalah Nusa Tenggara Timur, BPS NTT mencatat ada 226 kasus bunuh diri di wilayah ini pada tahun 2024.
Faktor Penyebab Bunuh Diri.
Kasus bunuh diri sering kali tidak memiliki penyebab tunggal, tetapi merupakan hasil dari kombinasi berbagai faktor, seperti: tekanan ekonomi, kesepian, gangguan mental yang tidak tertangani, serta minimnya akses terhadap layanan kesehatan mental menjadi pemicu utama.
Stigma yang melekat pada isu kesehatan mental juga membuat banyak orang enggan mencari bantuan, sehingga masalah yang mereka hadapi semakin memburuk.
Menurut data dari World Health Organization (WHO), lebih dari 800.000 kasus bunuh diri terjadi setiap tahunnya di seluruh dunia. Di Indonesia, faktor ekonomi dan sosial sering menjadi pemicu utama, terutama di kalangan remaja dan dewasa muda.
Perkembangan media sosial juga turut mempengaruhi lonjakan kasus ini.
Paparan terhadap cyberbullying dan standar hidup yang tidak realistis di dunia maya telah meningkatkan rasa tidak percaya diri dan depresi, terutama di kalangan generasi muda.
Sayangnya, belum banyak edukasi yang memadai terkait cara menjaga kesehatan mental dalam era digital.
Lemahnya Sistem Dukungan Kesehatan Mental
Beberapa sumber mencatat bahwa Indonesia masih kekurangan tenaga profesional di bidang kesehatan mental.
Menurut data Kementerian Kesehatan, jumlah psikiater dan psikolog yang tersedia tidak sebanding dengan kebutuhan masyarakat. Fasilitas layanan kesehatan mental juga cenderung terpusat di kota besar, membuat masyarakat di daerah terpencil sulit mendapatkan akses yang memadai.
Selain itu, kesadaran masyarakat mengenai pentingnya kesehatan mental masih rendah. Banyak yang masih menganggap gangguan mental sebagai sesuatu yang tabu dan memalukan.
akibatnya, banyak orang yang memilih menyimpan masalah mereka sendiri hingga akhirnya memilih jalan yang tragis.
Untuk mengatasi situasi darurat ini, diperlukan langkah konkret yang melibatkan berbagai pihak. Pemerintah harus meningkatkan fasilitas kesehatan mental dan memastikan bahwa setiap warga negara memiliki akses mudah ke layanan tersebut. Di sisi lain, kampanye untuk menghapus stigma terhadap gangguan mental perlu terus digalakkan agar masyarakat semakin sadar bahwa mencari bantuan adalah tindakan yang normal dan perlu dilakukan.
Tidak kalah penting, peran keluarga dan lingkungan sekitar harus lebih ditingkatkan.
Dukungan emosional dari orang terdekat dapat menjadi benteng yang kokoh dalam mencegah seseorang mengambil langkah yang keliru.
Dengan bekerja bersama-sama, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih peduli terhadap kesehatan mental dan mampu mengurangi angka kasus bunuh diri di Indonesia. Mari jadikan isu ini sebagai panggilan kemanusiaan untuk menjaga dan mendukung sesama.
Peran Pemerintah
Pemerintah perlu segera mengambil langkah strategis untuk menangani kondisi darurat ini.
Sebagai pemegang kebijakan utama, pemerintah memiliki tanggung jawab besar dalam mencegah kasus bunuh diri melalui berbagai program strategis, antara lain:
Pertama,
meningkatkan akses layanan kesehatan mental: pemerintah perlu memperluas fasilitas kesehatan mental dengan menyediakan lebih banyak pusat layanan konsultasi dan tenaga profesional, seperti psikiater dan psikolog, terutama di daerah terpencil;
Kedua,
kampanye edukasi kesehatan mental: menggalakkan kampanye untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan mental dan menyingkirkan stigma terhadap gangguan mental;
Ketiga,
regulasi media sosial: mengawasi konten negatif di media sosial yang dapat memicu gangguan mental, seperti cyberbullying dan glorifikasi bunuh diri; dan
Keempat, kurikulum pendidikan: memasukkan edukasi kesehatan mental ke dalam kurikulum sekolah agar generasi muda memiliki keterampilan untuk mengelola stres dan emosi.
Peran Tokoh Agama
Tokoh agama memiliki pengaruh yang signifikan dalam membangun kesadaran dan memberikan dukungan emosional kepada masyarakat. Beberapa peran yang dapat dilakukan adalah:
Pertama,
pendekatan spiritual: memberikan ceramah yang menekankan pentingnya nilai kehidupan dan cara menghadapi ujian hidup dari sudut pandang agama;
Kedua,
bimbingan konseling berbasis keagamaan: membuka layanan konseling bagi jemaat yang merasa tertekan atau memiliki masalah psikologis
Ketiga, menghapus stigma: membantu menghilangkan stigma bahwa gangguan mental adalah akibat kurangnya iman dengan menekankan bahwa mencari bantuan profesional adalah bagian dari ikhtiar yang diperbolehkan agama.
Peran Masyarakat
Dukungan dari lingkungan sekitar sangat penting dalam mencegah kasus bunuh diri. Beberapa langkah yang dapat dilakukan masyarakat adalah: Pertama, menjaga hubungan sosial yang sehat:
menghidupkan kembali nilai gotong royong dan rasa kebersamaan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung; kedua,
membangun komunitas dukungan: membentuk kelompok atau komunitas yang dapat menjadi tempat berbagi cerita dan memberikan dukungan emosional; dan Ketiga: mengenali tanda bahaya: masyarakat perlu diedukasi untuk mengenali tanda-tanda seseorang yang berpotensi mengalami depresi atau memiliki pikiran bunuh diri, serta bagaimana memberikan pertolongan pertama.
Peran Berbagai Pihak (Media, Institusi Pendidikan, dan Swasta)
Tanggung jawab pencegahan bunuh diri adalah tangung jawab berbagai pihak seperti media, institusi pendidikan dan swasta, oleh karena itu seluruh pihak dihimbau untuk ambil peran dalam mengatasi persoalan ini. Diharapkan media massa bertindak aktif dalam memberikan informasi yang edukatif dan positif. Media harus berhati-hati dalam pemberitaan kasus bunuh diri untuk menghindari glorifikasi. Institusi Pendidikan: sekolah dan universitas dapat menyediakan layanan konseling bagi siswa dan mahasiswa serta mengajarkan keterampilan manajemen stres. Perusahaan Swasta: dunia kerja perlu menyediakan program kesejahteraan karyawan yang mencakup layanan konseling dan pelatihan manajemen stres.
Penutup
Indonesia berada dalam situasi darurat kasus bunuh diri yang memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak.
Mengatasi masalah ini bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga tanggung jawab bersama masyarakat. Dengan edukasi yang tepat, layanan kesehatan mental yang lebih baik, dan lingkungan yang mendukung, diharapkan angka kasus bunuh diri dapat menurun.
Pemerintah, tokoh agama, masyarakat, dan institusi lainnya perlu bergerak bersama untuk menciptakan lingkungan yang sehat secara mental, suportif, dan terbuka terhadap dialog mengenai kesehatan mental. Dengan langkah bersama yang konsisten dan penuh empati, Indonesia dapat mewujudkan masyarakat yang lebih peduli dan bebas dari kasus bunuh diri.
*Dindin Syarifudin